Sudah hampir seminggu aku mengalami apa yang disebut sebagai, "Futur." Ya, sebuah kondisi ketika seseorang malas melakukan ibadah, kehilangan semangat dalam melaksanakan amal. Penyebabnya? aku juga tidak tahu pasti. Perlu diakui bahwa sebulan ini aku sedang berada di fase "on fire," mengeluarkan banyak tenaga dan pikiran untuk menghadapi banyak hal. Lalu setelah semuanya mereda, aku memasuki fase after match. Kalau ini adalah film, bayangkanlah seperti berada di epilog sebelum memulai film baru, post-apocalypse.
Lelah, lelah lahir batin. Meski mampu menghadapi semuanya, tapi rasa lelah tidak bisa dihindarkan. Apalagi, hidup itu adalah ujian yang berkelanjutan. Setelah satu ujian, akan terbit ujian lainnya. Mungkin lelah inilah yang menyebabkan semangatku terkikis pelan-pelan. Sebagai hamba-Nya yang cukup kurang ajar, aku coba meminta keringanan. Tapi ternyata Tuhan tidak mengizinkan hal tersebut. Seperti topik yang akan aku bahas sekarang yakni Salat; seburuk apa pun hidup, selelah apa pun aku, tidak mengubah fakta bahwa menunaikan salat tetap wajib bagi seluruh manusia, termasuk aku.
Kita semua tahu bahwa salat adalah tiang agama, bahkan masuk ke dalam rukun islam nomor 2 tepat setelah syahadat. Sejak kecil, aku selalu diajari betapa pentingnya salat karena wajib. Kata mereka, "hal pertama yang akan ditanya di alam kubur itu adalah salat," dan memang benar. Tapi, aku merasa seiring berjalannya waktu aku hanya menunaikannya sebagai formalitas. Sudah salat? sudah. Sudah salat? sudah, seperti itu saja. Nyatanya, kalau aku tidak salat ternyata aku masih hidup. Nyatanya, kalau aku tidak salat aku tetap bisa hidup seperti biasa. Kenapa disebut tiang saat aku bahkan tetap baik-baik saja? Meski begitu, aku tetap salat. Kata seorang teman, "Tetaplah salat meski lelah," "Tetaplah salat meski tidak merasakan apa-apa."
Salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepadaku adalah nikmat sebagai muslim, karena sejak terlahir ke dunia ini aku sudah menjadi muslim. Namun apakah semuanya menjadi mudah? tidak. Meski sudah menjadi muslim, tapi ternyata aku juga perlu mencari makna dan motivasiku dalam beribadah. Bahkan enam tahun mengenyam pendidikan agama bukan jaminan. Saat dewasa, aku memutuskan untuk kembali mempelajari islam, mencari makna untuk kesekian kalinya, perjalanan spiritual yang memakan waktu seumur hidup.
Kenapa aku salat? ya karena wajib. Kalau tidak salat, kita akan berdosa. Lambat laun aku berpikir, mengapa motivasiku dalam mendirikan salat hanyalah berlandaskan rasa takut? seperti anak murid yang berusaha patuh pada aturan sekolah, aku tetap salat karena tidak ingin diberi hukuman dan dosa. Sebenarnya alasan ini juga tidak salah, karena islam itu seimbang antara amal ma'ruf dan nahi munkarnya. Di buku yang dulu aku pelajari juga disebutkan motivasi beribadah itu bisa datang dari 2 hal: Rodja (Harapan), dan Khauf (Rasa takut). Namun, aku ingin mencari alasan yang lebih dari hal itu. Sebuah alasan yang tidak mudah goyah dan luntur. Wahai orang-orang yang beriman, dirikanlah salat.... ntah sudah berapa banyak ayat tentang salat yang aku temui, ayatnya banyak sekali. Berikut aku mencoba mengumpulkan beberapa ayat yang familiar untukku:
Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, (Al-Mu'minun:1-2)
(Sungguh beruntung pula) orang-orang yang memelihara amanat dan janji mereka. Orang-orang yang memelihara salat mereka. (Al-Mu'minun: 8-9)
Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya (salat) itu benar-benar berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (Al-Baqarah:45)
Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut:45)
Mengapa orang yang salat adalah orang yang beruntung? mengapa meminta pertolongan bisa melalui salat? Mengapa salat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar? Kenyataannya di dunia ini banyak kok orang yang salat tapi tetap jahat. Di dunia ini banyak orang yang salat namun tidak kalah kejinya. Apakah firman tersebut salah? apakah salatnya menjadi salah? jawabannya: tidak. Seperti yang sempat disinggung sebelumnya, banyak orang termasuk aku yang melakukan salat hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Tidak, aku tidak ingin men-judge orang lain, aku sedang berkaca pada diriku sendiri. Mengapa aku, orang yang mengaku islam dari lahir dan salat tetapi tidak mampu mencegah diri dari perbuatan keji? tentu saja ini adalah salahku, salahku yang tidak benar-benar memaknai salat.
Jika mengacu secara istilah kita akan menemukan definisi salat sebagai serangkaian perkataan dan perbuatan tertentu yang memiliki syarat dan rukun, dimulai dengan takbiratul ihram (mengangkat tangan sambil mengucapkan "Allahu Akbar") dan diakhiri dengan salam. Secara bahasa, salat (الصلاة) berarti doa, atau permohonan. Ya, pada dasarnya salat itu adalah ibadah yang berisi pujian dan doa kepada Allah, Tuhan semesta alam. Lebih luas lagi, salat adalah bentuk komunikasi dan permohonan seorang hamba kepada Tuhan-Nya. Ketika kita memulai takbir, kita langsung memuji kebesaran Allah. Selanjutnya, sebelum membaca Al-Fatihah kita akan membaca doa iftitah terlebih dahulu; sebuah doa yang suka dilupakanku karena termasuk amalan sunnah.
Doa Iftitah
Setidaknya, ada 2 versi doa iftitah yang masyhur digunakan
اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا. اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ"
"Allah Maha Besar lagi sempurna kebesaran-Nya, segala puji hanya kepunyaan Allah. Maha Suci Allah pagi dan petang. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku (hatiku) kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri, dan aku bukanlah dari golongan kaum musyrikin. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan Semesta Alam, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan yang demikian itulah aku diperintahkan untuk tidak menyekutukan-Nya. Dan aku adalah termasuk orang-orang muslim."
اللهم باعد بينِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَا عَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ تقْنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنقى الثوبُ الْأَرْضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
"Ya Allah, jauhkanlah diriku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana telah Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah diriku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana telah Engkau bersihkan baju putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah diriku dari kesalahan-kesalahan-ku dengan air, es dan embun."
Dimulai dari doa iftitah saja sebenarnya bisa langsung terlihat bahwa ketika salat, kita berarti siap untuk melepas segala hal yang berhubungan dengan dunia. Kita menghadapkan wajah, menyerahkan seluruh jiwa dan raga kepada Allah yang menciptakan langit bumi dan seisinya. Dunia seakan berhenti, karena doa ini merupakan pengingat bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini dipersembahkan hanya untuk Allah Ta'ala. Salatku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya semata-mata karena Allah. Pada versi lainnya juga dapat dilihat permohonan kita sebagai manusia untuk dibersihkan dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Dari doa iftitah, ketidakberdayaan manusia di mata Tuhan-Nya terpampang jelas. Doa yang sering dilupakan itu ternyata memiliki arti yang sangat vital. Ini baru doa iftitah, belum masuk ke rangkaian lainnya.
Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah adalah hal yang wajib dalam salat, jika tidak membaca al-fatihah maka salatnya tidak sah. Hal ini tidak menjadi perdebatan, karena baik Imam Malik, Syafi'i, Imam Ahmad, para Sahabat, hingga jumhurul ulama sepakat dengan hal tersebut. Setiap hari, kita membaca surat ini. Setiap hari, kita selalu mengulangnya. Meski tidak hafal Al-Qur'an sekali pun, seorang muslim setidaknya bisa melafalkan Al-Fatihah dengan lancar.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dikutip dari Tafsir Al-Azhar karya Hamka, ayat ini mengartikan bahwa dalam memulai segala sesuatu haruslah diawali dengan nama Allah. Semua hal di dunia ini, tidak ada satu hal yang luput dari pengawasan Allah. Dan hanya dengan rahmat serta kasih sayang-Nya lah, kita bisa melakukan segala sesuatu. Aku pernah membahas hal ini di postingan lain; Ilah memiliki arti tidak hanya Tuhan, tapi lebih tepatnya sesembahan. Hanya kepada Allah sepatutnya kita menyembah, hanya kepada-Nya kita seharusnya bersandar dan meminta, kepada Allah; Zat Yang Berdiri di atas Segalanya. Basmalah sendiri telah menjadi salah satu amalan sunnah ketika hendak melakukan sebuah pekerjaan.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
Terpujilah Allah Tuhan seluruh alam, sebuah pengakuan betapa kecilnya manusia di hadapan Allah. Betapa tidak berartinya kita di alam semesta ini. Mungkin kita sudah terbiasa mengucapkan hal ini, namun bagi orang-orang yang sombong, mereka jelas tidak mau mengakui hal tersebut. Contoh nyatanya adalah Fir'aun, bahkan sampai akhir hayatnya pun ia hanya mau 'mengaku' karena sudah terdesak, mengetahui bahwa kematian tepat berada di depan matanya, pengakuannya tidak tulus. Beruntunglah bagi orang-orang yang menurunkan segala ego, meruntuhkan segala kesombongan di hadapan Tuhan, Allah. Rabb pada ayat ini tidak hanya mencakup pengakuan Allah sebagai Tuhan, namun juga termasuk di dalamnya pemeliharaan. Bukan hanya menjadikan, namun juga mengatur. Seluruh yang ada di alam semesta ini tidak ada yang sia-sia. Apa yang sudah Allah ciptakan tidak hanya memiliki arti, tidak hanya Allah biarkan, tapi senantiasa Allah atur setiap saat.
Selanjutnya adalah arti 'aalamiin itu sendiri, cakupan seperti apa yang dimaksud? beberapa ulama mengartikan bahwa yang dimaksud 'aalamiin adalah seluruh makhluk yang memiliki roh. Menunjukkan keagungan dan kekuasaan atas seluruh makhluk ciptaan-Nya. Kata alhamdulillah sendiri juga memiliki maksud lainnya selain bersyukur, yakni sebagai pujian, serta pengakuan kebesaran Allah.
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Mengenai Ar-Rahman dan Ar-Rahim, aku pernah membaca tafsir tentang hal ini, yang juga terdapat dalam tafsir Ibnu Katsir. Ar-Rahman, merupakan nama yang berifat umum; meliputi segala macam rahmat untuk semua makhluk. Sedangkan Ar-Rahim, adalah nama yang dimaksudkan bagi orang-orang yang beriman. Hal ini diperkuat oleh firman Allah lainnya dalam surat Al-Ahzab ayat 43, "Dia Maha Penyayang kepada orang-orang mukmin."
3 Ayat pertama dari Al-Fatihah merupakan bentuk dari pengenalan sifat Allah. Perlu diketahui bahwa tauhid itu terbagi menjadi 3: Tauhid uluhiyyah, rububiyyah, serta asma wa sifat. Melalui surah ini, Allah menunjukkan kepada manusia tentang kebesaran yang dimiliki-Nya melalui nama serta sifat-sifat-Nya.
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ٤
Pemilik hari Pembalasan.
Manusia terkadang lupa, bahwa segala hal yang dilakukan itu ada pertanggung jawabannya. Manusia terkadang lalai, bahwa semua hal dilihat dan akan ditimbang pada hari Pembalasan. Setelah menunjukkan kasih sayang-Nya, Allah kemudian menunjukkan sifat adil-Nya. Di satu sisi Allah sangat menyayangi hamba-Nya, namun di satu sisi Allah juga sangat adil terhadap seluruh makhluk. Hal tersebut bisa berjalan dan valid secara bersamaan, karena Rahman dan Rahim tidaklah lengkap jika tidak disempurnakan dengan adil. Aku juga pernah membaca, bahwa ini juga salah satu alasan adanya akhirat. Nyatanya, tidak semua kejahatan dibalas di dunia. Ada banyak orang dzolim nan keji yang melalang buana bebas di dunia. Sampai akhir hidupnya pun ia tetap 'terlihat' makmur. Ketahuilah, bahwa hal tersebut tidak pernah luput dari Allah. Sebenar-benarnya pengadilan adalah pengadilan Allah. Baik buruknya seseorang, Allah pasti tahu. Karena itu Allah mengingatkan dan menegaskan bahwa Dialah sebenar-benarnya pemilik hari Pembalasan.
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦
Bimbinglah kami ke jalan yang lurus,
Ayat 5 adalah penegasan dari ayat-ayat sebelumnya: Hanya kepada Engkaulah manusia sepatutnya menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Kepada siapa lagi kita meminta kalau bukan kepada Allah? sudah terbukti bahwa dunia ini mengecewakan, dunia ini penuh dengan tipu muslihat. Ayat ini merupakan perwujudan bentuk Isti'anah, karena kita sendiri sebagai manusia tidak mampu dan memiliki segala kuasa untuk mencapai semuanya. Ya, semua hal yang kita punya, kita cintai, dan kita raih tersebut tidak akan pernah terjadi kalau bukan karena izin dan rahmat Allah. Selanjutnya pada ayat ke 6, aku menyadari bahwa inilah intisari dari ayat lain di Al-Qur'an (Al-Ankabut: 45) yang menyebutkan bahwa salat dapat menghindarkan kita dari perbuatan keji dan munkar; itu semua karena kita yang memintanya. Setiap hari, 5 kali sehari, ternyata kita memohon kepada Allah untuk dibimbing ke jalan yang lurus. Setiap hari, yang seringkali tidak kita sadari, memohon petunjuk dan bimbingannya. Jikalau kita lebih serius dalam membaca Al-Fatihah, mungkin Allah akan benar-benar membimbing kita, memperbaiki hidup kita, memberi makna pada hidup kita; karena kita yakin dengan ayat, doa yang kita panjatkan. Kita tahu artinya, dan kita paham apa yang sedang kita minta kepada Allah. Inilah, yang mampu menghindarkan manusia dari perbuatan buruk di dunia.
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.
Sebenanya apa itu jalan yang lurus? ayat selanjutnya menjelaskan yakni jalan yang Engkau beri nikmat. Jalan yang sama, yang ditempuh oleh para Nabi dan Rasul pendahulu, jalan yang manusia selamat karenanya. Nikmat di sini bukan hanya nikmat yang terlihat dan terhitung, bukan hanya nikmat duniawi, bukan hanya sebuah jiwa yang terlihat menang namun kalah di dalam. Nikmat ini juga termasuk ke dalamnya hidayah yang senantiasa Allah kucurkan kepada hamba-Nya. Nikmat keimanan yang mengisi jiwa, kekal, yang mampu menjadi bekal hingga ke akhirat kelak. Nikmat berupa limpahan rahmat dan ridho-Nya di setiap langkah hidup kita di dunia dan di akhirat. Nikmat iman yang menerangi hati, yang membimbing kita untuk senantiasa kuat menghadapi segala rintangan dengan melalui jalan yang diridhoi-Nya. Lalu, seperti apakah jalan yang dimurkai Allah? jalan tersebut adalah jalan bagi orang-orang yang telah Allah beri nikmat, namun mereka ingkar terhadapnya. Jalan di mana manusia kalah dengan hawa nafsunya, sebuah jalan ketika manusia menuhankan, menjadikan sesembahan selain Allah. Orang-orang yang telah sampai kepada mereka agama, mengetahui hal tersebut, tetapi memilih bertahan pada kebathilan; mereka merasa lebih mampu dari Allah, naudzubillah.
Al-fatihah termasuk ke dalam surah makkiyah, artinya surah ini turun ketika Nabi berada di Mekkah. Ibnu katsir menyebut dalam tafsirnya bahwa Al-Fatihah memiliki banyak sebutan lainnya. Disebut Ash-Shalah, karena merupakan surah yang dibaca ketika salat. Disebut juga ummul kitab, karena ditulis pada permulaan Al-Qurán dan dibaca pada permulaan salat, disebut juga ummul qur'an, hingga as-Sab'ul Matsani atau tujuh ayat yang diulang-ulang.
Dengan menggali arti dari surah Al-Fatihah, kita jadi mengetahui apa yang sebenarnya dibaca ketika salat. Kita jadi tahu apa yang sebenarnya kita minta dan mohonkan kepada Allah sampai 5 kali dalam sehari. Tidak hanya memohon, namun kita juga mengakui ketidakmampuan manusia sebagai makhluk, bahwa semua hal di dunia ini terjadi karena Allah. Ketika salat kita memasrahkan semua hal, meninggalkan seluruh urusan duniawi sejenak untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta yakni Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Di saat ini lah secara bersamaan kita memuji, mengadu semua problematika hidup, memohon, dan meminta kepada Allah keberkahan serta bimbingan hidup di dunia dan akhirat. Memahami Al-Fatihah juga mampu meningkatkan kualitas salat, menambah kekhusyuan, dan membuka komunikasi dengan Tuhan semesta alam.
Membaca Al-Fatihah sejatinya adalah bentuk permintaan hidayah kepada Allah, sebuah hidayah tak ternilai yang mampu menyelamatkan kita di dunia hingga akhirat kelak. Tetaplah meminta walau terasa berat, atau bahkan tidak ada rasa sama sekali. Sesungguhnya, kita tidak tahu pada rakaat berapa kita diberi hidayah, kita tidak tahu di salat mana Allah akan melembutkan dan mengetuk hati kita. Tetaplah salat untuk diri sendiri, tetaplah salat untuk kebaikan dunia akhirat. Tidak hanya sekadar menggugurkan kewajiban, tapi jadikan salat sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di hari yang mengecawakan atau melelahkan; ternyata kita selalu bisa mengadu dan kembali kepada-Nya lima kali sehari. Dan ternyata dengan tetap melakukan ibadah, tetap melaksanakan salat, kita jadi tahu bahwa hal tersebut juga merupakan nikmat dan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Ia tahu, bahwa yang mampu menopang seorang manusia adalah salat. Ibadah yang terus tegak bagai tiang yang menopang sebuah rumah, sebuah kehidupan; Salat.
Catatan Singkat
3 minggu berlalu untuk merampungkan tulisan tematik pertamaku. Sulit, sulit sekali. Pusing, merinding, bingung, semua jadi satu. Aku sadar aku bukan ahli agama, aku juga tidak terlalu suka dianggap alim karena ilmuku masih cetek sekali. Alim itu artinya orang yang berilmu, sedangkan ilmu yang aku miliki sesungguhnya sangat minim, banyak hal yang tidak aku ketahui. Semakin membaca, aku semakin merasa bodoh. Al-Fatihah saja ternyata maknanya sedalam itu. Aku memilih salat karena memang amalan ini sering dianggap remeh padahal sebenarnya sangat sulit. Salat itu adalah ibadah yang konsisten, dan yang namanya konsisten itu.. melelahkan bukan? Aku juga manusia yang seringkali futur, tapi futur tidak boleh dijadikan pembenaran untuk tidak melakukannya. Malas itu harus dilawan, kalau kehilangan makna maka semangatnya harus dicari lagi. Ketika aku mempelajari lagi tentang salat, rasanya aku seperti ditampar berkali-kali. Allah tidak pernah membutuhkan makhluk-Nya, tapi kenapa malah kita yang sombong dengan melaksanakan salat yang tidak maksimal? Sejatinya kitalah yang membutuhkan Allah. Aku, ternyata aku sangat membutuhkan Allah di setiap langkah hidupku. Kehilangan Allah adalah kehilangan terbesarku, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menulis tentang salat; agar aku dapat membaca lagi, dan kembali lagi ke sebaik-baik tempat yakni ke sisi dan jalan yang dirahmati Allah.
DAFTAR PUSTAKA
[1] P. D. HAMKA, “Tafsir Al-Azhar Jilid 1,” Pustaka Nas. PTE LTD Singapura, vol. 1, pp. 1–9, 1982.
[2] D. A. bin M. bin A. bin I. Al-Sheikh, “Tafsir Ibu Katsir Jilid 1,” 2005.
[3] Hudaeva, “Penafsiran Buya Hamka Terhadap Surat Al Fatihah : Studi Tafsir Al Azhar Buya Hamka ’ S Interpretation of Surah Al Fatihah : a Study of Tafsir Al Azhar,” JICN; J. Intelek dan Cendikiawan Nusant., vol. 1, no. 6, pp. 10367–10388, 2025.
[4] Azis Rustandi and M. Aufa, “Analisis Peran Surah Al-Fatihah dalam Pelaksanaan Ibadah Sehari-hari Menurut Mufassir Klasik dan Kontemporer,” Al-Fahmu J. Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, vol. 4, no. 1, pp. 41–54, 2025, doi: 10.58363/alfahmu.v4i1.278.
[5] K. A. Jasmi, “Hidayah Sebagai Anugerah Tidak Ternilai : Surah al-Fatihah ( 1 : 1-7 ),” Progr. Budaya al-Quran, vol. 1, pp. 1–7, 2018, [Online]. Available: http://103.78.195.33/handle/123456789/8278

.jpeg)