Bertambah lagi satu malam yang kuhabiskan untuk meratapi nasib. Sudah 3 tahun aku mengirim ratusan lamaran kerja, namun belum juga aku mendapat panggilan. Di titik ini aku merasa bahwa, aku telah gagal menjadi manusia. Tring! tiba-tiba muncul notifikasi email dari gawaiku. Manusia mana yang mengirimkan email di pagi buta?
Dari: J
Untuk: Cera yang Tidak Berguna
Kau tahu, di Taman Langsat tersimpan harta yang luar biasa, harta yang paling berharga! Tolong percaya padaku dan carilah, niscaya hidupmu akan berubah.
Apa ini? bukankah ini terlihat seperti email dari orang iseng? tapi jelas-jelas dia mengirimkan ini untukku, Cera yang Tidak Berguna. Siapa pula J? sepertinya aku harus segera tidur, mungkin saja ini halusinasi.
Pukul 5 aku terbangun dan mendapati email itu masih terpampang di gawaiku, semalam bukan mimpi. Pagi itu melaksanakan sholat subuh dengan khusyuk, “Tuhan, sesungguhnya aku hampir menyerah. Jika memang ini jalanku untuk berubah, maka aku siap.” Aku menaiki transjakarta menuju Taman Langsat, “Aku sudah gila.” Bagaimana jika aku diculik? kenapa aku langsung percaya? sungguh hari yang membingungkan.
Taman Langsat pagi itu sangat cantik dengan suasana yang teduh. Aku melihat sekitar dan tidak menemukan apa-apa. Sepanjang mata memandang hanya ada pohon, kolam, capung, dan bebek. “Angin, mungkin ini aneh. Tapi bisakah kau mengarahkanku menuju harta karun yang tersembunyi di sini?.” Tentu saja angin tidak menjawab, toh tugas mereka hanyalah berhembus.
Lelah berkeliling, aku memutuskan duduk di depan kolam, menonton bebek yang sedang bermain air. Harta karun apanya? hari ini aku hanya membuang-buang waktu. Aku ingin kaya, aku muak menganggur.
“Dasar manusia, yang dipikirkan hanyalah kekayaan.”
Apa? siapa yang berbicara padaku? Aku menoleh sekitar dan tidak ada tanda-tanda seseorang berbicara.
“Manusia bodoh.”
Aku melihat kawanan bebek itu dan terbelalak, mereka mengejekku. Apa ini? setelah mendapat email iseng sekarang aku paham bahasa hewan. Apa jangan-jangan aku mendapat ilham?
“Namaku Lili bukan Ilham.”
Sejak kapan bebek memiliki nama?.
“Exactly.”
Percakapan gila, aku sudah kehilangan akal. Dengar bebek, siapalah namamu itu. Aku sedang mencari harta karun di sini. Apa kau pernah mendengarnya?
“Harta? kami tidak tahu. Bagi kami para bebek, harta yang paling berharga di sini adalah air, kolam ini.”
Apakah aku perlu menyelam ke kolam itu? Tentu saja harta karun tidak mungkin tersimpan di tempat yang mencolok.
“Tidak perlu menyelam, kolam ini hanya berisi air dan lumpur. Tapi bagi kami, kolam ini adalah segalanya. Air memberi kami kehidupan, dan cacing-cacing di dalamnya merupakan makanan kami. Tanpa kolam ini, kami sudah mati, menjadi santapan bebek goreng.”
Sepertinya memang tidak ada ya, aku benar-benar putus asa.
“Aku tidak tahu mengapa kau murung, tapi kolam ini bukan sekadar kolam. Menurut manusia, taman ini adalah daerah resapan air. Kolam bahkan dikeruk secara rutin agar mampu menampung banyak air hujan untuk diserap maupun dialirkan kembali hingga ujung Jakarta, menuju lautan lepas. Jika taman-taman ini hilang, kau dalam bahaya. Peradaban manusia bisa musnah perlahan.”
Manusia dan air memang dua elemen yang tak terpisahkan. Bumi merupakan planet yang mampu dihuni karena memiliki air. Awal kehidupan bumi pun dipenuhi air. Maaf bebek, aku sungguh manusia yang serampangan.
“Kau ini sangat pesimis. Berhasil atau tidaknya usahamu tidak membuatmu gagal menjadi manusia. Jika hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup . Tapi manusia itu memiliki akal. Ada banyak yang bisa dilakukan selain mengikuti insting. Lagi pula, eksistensimu sendiri saja sudah berharga.”
Aku? berharga? bebek ini tahu apa memangnya. Hidup ini sangat sulit bagiku.
“Maafkan aku. Aku hanya kesal karena kau sempat meremehkan angin. Padahal setiap hari angin itu diam-diam membawa serbuk sari dan bibit agar tanaman di sini bisa tumbuh dengan baik. Sederhana saja, nafas yang kau punya menandakan bahwa tugasmu di dunia ini belum selesai. Tidak perlu menjadi hebat, karena kebaikan tidak mengenal batas dan tidak akan pernah sia-sia.”
Benar, angin pun tidak asal berhembus, semuanya punya peran. Setiap hari tanah tanpa lelah menyerap air, pohon-pohon juga berfotosintesis menghasilkan oksigen untuk manusia hirup. Manusia juga sama, tugas kita hanyalah berusaha sebaik mungkin, melakukan apa yang bisa kita lakukan, termasuk aku. Soal hasil, biarkan semesta yang bekerja. Bukankah kehadiranku di sini juga takdir? Baiklah, aku akan menyudahi pencarian harta karun ini.
“Mengapa berhenti? Aku tahu kau sedih, tapi jangan menyerah.”
Tidak, Aku tidak menyerah. Sejak awal aku yang salah. Taman ini adalah anugerah, kesatuan ekosistem yang bekerja dalam senyap untuk menopang kota . Sedari tadi aku telah berada di dalam harta karun itu sendiri, berlian tersembunyi Kota Jakarta. Kau tahu bebek? peran manusia di muka bumi ini adalah sebagai pemimpin yang menjaga dan memakmurkan bumi . Selama ini aku terbutakan oleh dunia, hingga melupakan kebermanfaatan itu sendiri.
“Manusia itu rumit, dan aku rasa kau lebih mengerti jawabannya. Aku berharap, semoga manusia senantiasa menjaga kami, karena sejatinya yang hidup di dunia ini bukan hanya kalian saja. Tolong jangan berpaku pada satu hal. Karena hidup adalah probabilitas tanpa batas, kau bisa menjadi apa pun. Kau memiliki banyak potensi dibanding aku, percayalah.”
Setelah percakapan itu aku tidak mampu lagi menahan air mata yang telah membendung. Air mataku tumpah ruah, kuhabiskan sisa hari untuk menangis di depan kolam, di depan para bebek. Sudah sangat lama aku memendam ini sendiri hingga hatiku mati. Tapi hari ini, hatiku terasa hangat, sepertinya aku mulai bisa merasa lagi. Memang malu membayangkan aku menangis sendiri, tapi bukankah ruang terbuka adalah tempat terbaik untuk mencurahkan segala perasaan?
“Selama air masih mengalir, dan taman-taman kokoh berdiri, maka kau akan baik-baik saja. Kau selalu bisa kembali kesini.”
Sore itu aku pulang tanpa membawa apa-apa. Aku yang sekarang memang masih belum memiliki pekerjaan, tetapi aku memiliki semangat baru. Aku ingin memperbaiki dan memperjuangkan hidupku sekali lagi, dengan visi misi yang lebih baik tentunya. Terima kasih Tuhan, Engkau benar-benar Maha Mendengar. Hari yang aneh nan luar biasa ini akhirnya aku tutup dengan menulis sebuah pesan balasan untuk J:
Dari: Cera yang Berguna
Untuk: J
Hai Jakarta. Menurutmu, apakah harta yang paling berharga? Bagiku, harta yang paling berharga adalah nafasku, yakni hidupku sendiri. Bagaimana denganmu? Jika nafasmu adalah nafasku, maka aku berharap agar taman dan sungai tetap lestari.
Mari jalani hidup ini dengan lebih bijak dan disertai penuh rasa syukur.
Salam hangat,
Cera yang Berguna.
__________
Acknowledgement
Halo semuanya! setelah sekian lama cerpen ini tersimpan, akhirnya aku memutuskan untuk mempublikasikannya kesini. Cerpen ini merupakan cerpen yang aku kirim untuk lomba cerpen HUT Jakarta yang diadakan oleh Dinas Sumber Daya Air Jakarta berkolaborasi dengan komunitas Jejak Warna tahun 2023. Dan kerennya, ternyata cerpenku berhasil meraih juara 2! Alhamdulillah. Saat menulis cerpen, jujur saja aku tidak memiliki ekspetasi apa pun. Aku bahkan menulisnya sambil memakan lauk warteg yang aku beli di dekat kosku! dibutuhkan waktu sekitar 3 hari sampai aku benar-benar yakin untuk mengirimkannya.
Mengusung tema taman, aku coba mengeksplorasi tema lewat pengalamanku yang pernah menyusuri taman di Jakarta. Apakah ini berarti aku pernah mengobrol dengan bebek? tentu tidak haha (syukurnya, aku masih cukup waras). Tapi, selama aku hidup di kos, aku memang senang sekali jalan-jalan ke taman! Mulai dari taman langsat, barito, menteng, suropati, tebet, dan taman lainnya yang ada di Jakarta. Lewat cerpen, aku ingin memberitahukan kepada khalayak tentang pentingnya peran taman yang ada di kota J, Jakarta.
Percayalah, berjalan-jalan di taman itu sangat menyenangkan. Melihat hijaunya dedaunan, merasakan angin yang berhembus, melihat hewan-hewan yang hidup di sana, hingga berinteraksi dengan orang yang ada di sana. Kalau ada kesempatan, aku ingin sekali bisa piknik bersama teman-temanku di taman langsat. aku akan membawa masakanku sendiri, lalu kami akan menggelar karpet, dan menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol di taman (Sejujurnya aku pernah melakukan hal ini di hutan kota GBK, tapi aku juga ingin melakukannya di taman langsat hehe). Semoga kalian suka dengan cerita sederhana ini.
DAFTAR PUSTAKA
Harmani, Evy, and M Soemantoro, ‘Kolam Retensi Sebagai Alternatif Pengendali Banjir’, Jurnal Teknik Sipil Unitomo, 1.1 (2017), pp. 71–80 <https://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/sipil/article/view/274>
KUSMANA, CECEP, ‘Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas) Sebagai Elemen Kunci Ekosistem Kota Hijau’, no. December 2015 (2015), doi:10.13057/psnmbi/m010801
Pandu, Yogha Parahita, Multimedia Pembelajaran Ipa Biologi Tentang Bagian Bunga Sempurna Dan Penyebukannya, STMIK AMIKOM YOGYAKARTA, 2011 <http://www.ainfo.inia.uy/digital/bitstream/item/7130/1/LUZARDO-BUIATRIA-2017.pdf>
Zulhelmi, Zulhelmi, ‘Konsep Khalifah Fil Ardhi Dalam Perspektif Filsafat (Kajian Eksistensi Manusia Sebagai Khalifah)’, Intizar, 24.1 (2018), pp. 37–54, doi:10.19109/intizar.v24i1.1879