Jum'at Pagi bersama Ibu X

0

 


    Olahraga itu tidak sulit, yang terpenting adalah kita sebagai subjek yang melakukan olahraga mampu memaksakan diri. Tidak peduli hari itu sedang lelah, merasa sedih, atau pun sekadar jenuh, tidak ada pengecualian, tidak ada keringanan. Manusia itu pada dasarnya malas, apalagi ketika manusia tidak memiliki motivasi untuk melaksanakan hal tersebut. Mengapa kita harus beribadah 5 kali sehari? mengapa kita harus menahan lapar dan dahaga selama 30 hari? mengapa kita tidak diperbolehkan untuk mendekati hal yang diharamkan oleh Allah? Itu juga yang membuat Tuhan tidak sekadar menciptakan manusia untuk kehampaan, penciptaan kita sebagai manusia bukanlah sebuah kesia-siaan. Dia tahu, Dia-lah yang paling tahu karakter dari makhluk yang diciptakannya, sehingga lahirlah dunia sebagai ujian yang memiliki hadiah serta hukuman dari setiap perbuatan yang dilakukan manusia selama hidup.


    Seperti biasa, selepas sholat subuh aku segera bersiap untuk olahraga keliling menyusuri lingkungan sekitar. Sebenarya aku sangat mengantuk, namun jika mengikuti hawa nafsu maka aku tidak akan pernah berubah bukan? Memang benar, musuh terbesar dari manusia itu sesungguhnya adalah hawa nafsunya sendiri, hawa nafsu yang menghalanginya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Matahari belum terbit sempurna, tapi justru itulah waktu terbaik untuk memulai kegiatan. Angin sepoi-sepoi berhembus, udara yang masih dingin, hingga lampu-lampu yang belum dimatikan, syahdu sekali. 


    Di hari-hari sunyiku, aku cenderung tidak banyak omong. Aku mengamati sekitar, dan tenggelam pada pikiranku sendiri. Tidak ada alasan khusus, aku memang sedang memusatkan tenagaku untuk menyelesaikan skripsi sehingga tidak banyak energi yang tersisa untuk banyak berbicara. Ya, aku hanya sedang butuh waktu fokus saja. Meski sebenarnya banyak hal yang ingin diungkapkan, banyak kejadian untuk diceritakan, namun aku memilih diam, termasuk hari itu. Melihat pemandangan dan manusia berlalu-lalang adalah kegiatan favoritku, karena itu juga aku jadi suka berjalan kaki. Terkadang aku berjalan menyusuri jalan protokol, terkadang aku sengaja memutari gang-gang kecil, bahkan ada hari aku sengaja 'menyasarkan' diri karena bosan dengan rute yang biasa aku lewati. Dalam sehari, aku bisa berjalan hinga 12 km. Orang lain mungkin tidak mengerti, tapi menurutku melihat kehidupan orang-orang itu seru. Tidak perlu banyak bicara, hanya melihat dan mengamati saja. Ada ibu-ibu yang sedang mengantar anaknya sekolah, ada pedagang yang sudah berjualan sejak subuh, ada bapak-bapak yang baru pulang meronda, dan juga aku yang sedang mengawali hari dengan berolahraga. Kalau sedang ke pasar, aku akan mencium bau ikan yang masih segar serta melihat tumpukan kantung sayur yang baru saja sampai dari daerah lain. Kalau melewati gang kecil, aku akan melihat kumpulan pedagang makanan ringan seperti gorengan dan kue. Jika beruntung, aku bisa mendapatkan donat coklat kesukaanku, tetapi jika kehabisan maka aku harus sabar menanti hingga hari esok. 


    Jam 7, aku sudah selesai lari memutar komplek dan juga sudah memakan gorengan kesukaanku, sosis solo. Aku duduk beristirahat di bangku taman, mengatur nafas yang cukup tersenggal seusai berlari. Aku duduk termenung, hingga tiba-tiba seorang ibu menghampiriku, "Saya ikut duduk di sini ya." Aku hanya mengangguk sopan, nafasku tidak sanggup menjawabnya. Awalnya kami hanya terdiam, hingga akhirnya ibu tersebut membuka percakapan. Sebut saja ibu X, karena sayangnya sampai akhir aku tidak menanyakan namanya (Ya, aku menyesal). Ibu X sedang menunggu anaknya yang ternyata sedang berolahraga juga di sini. Dia mulai bercerita tentang dirinya, anaknya, hingga kegiatannya. Aku suka berbicara, namun mendengarkan orang lain bercerita itu juga seru. Bercerita merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan diri. Melalui cerita, aku bisa masuk ke dalam pikiran seorang manusia. Bagaimana dia bisa memiliki sebuah prinsip, pengalaman hidup apa yang membentuknya, hingga seremeh senda gurau pun terasa menyenangkan, itulah esensi interaksi.


"Ibu salut kamu bisa konsisten, teruskan seperti ini ya."


    Tentu saja, aku juga sangat senang dengan diriku yang sekarang. Andaikan ibu tahu, bahwa dulu terdapat hari di mana aku tidak ingin terbangun lagi, tentu saja aku bangga. Biarlah aku simpan sedih tersebut antara aku dan Tuhanku saja. Ibu X bercerita bahwa dia sangat bersyukur dengan hidupnya selama ini. Meski tidak berlebih, tapi dia bersyukur melihat anak-anaknya tumbuh dengan baik.


"Manusia itu punya batas, sementara Tuhan itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bahkan, Tuhan itu senang sekali dengan Hamba-Nya yang senantiasa berdoa dan meminta."


    Ya, kesalahan terbesar manusia, termasuk aku, adalah bergantung kepada manusia yang lain. Kita semua tahu, bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna. Setiap orang memiliki batas kesabaran, memiliki perasaan, serta memiliki masalahnya masing-masing. Kalian tahu apa yang paling menyakitkan dari semua itu? memiliki ekspetasi. Harap-harap cemas menggantungkan kebahagiaan kepada orang lain. Ketika beranjak dewasa, kehidupan kita akan menjadi tanggung jawab kita. Memang, lingkungan serta orang-orang ditemui juga memiliki andil besar dalam perkembangan. Namun, jika sudah menjadi orang dewasa maka cepat atau lambat kita harus bisa mengurus diri kita sendiri. Kita mulai bisa membuat keputusan sendiri, kita juga mulai membuat jalan untuk hidup kedepannya: tetap di dalam belenggu, atau memutus rantai untuk kehidupan yang lebih baik. Berharap adalah sumber penyakit. Orang yang kita harapkan juga manusia. Sungguh, sebaik-baik pengharapan hanyalah berharap kepada Allah. Kebahagiaan mutlak adalah bahagia mengetahui bahwa Tuhan akan selalu berada di sisi kita. Daun-daun yang berjatuhan, bunga-bunga yang bermekaran, tidaklah satu pun makhluk yang luput dari perhatian dan kasih sayang-Nya.


    Ibu itu berpesan agar aku bisa menjadi wanita yang mandiri. Mandiri bukan berarti menjadi wanita yang dipenuhi ego karena bisa meraih apa pun yang diinginkan, namun mandiri di sini berarti bahwa aku bisa mengurus diriku sendiri. Mandiri dan baik hati bisa berjalan bersamaan. Tidak hanya seorang wanita yang gigih dengan mimpi dan cita-citanya, namun juga menjadi wanita yang pandai bersyukur dan tetap rendah hati. Kesombongan dan keserakahan adalah malapetaka yang wajib dijauhi, karena tidak ada satu pun hal baik yang datang setelahnya. Hidup di dunia itu sebenarnya sangatlah rapuh. Satu saja hal yang rusak, satu saja nikmat yang diambil Allah, maka saat itu juga hidup kita akan hancur. Sehebat apa pun kita, pada akhirnya kita tetap segumpal tanah. Tetaplah membumi, karena Allah tidak menyukai hamba-Nya yang sombong. 


    Obrolan itu pun akhirnya ditutup karena aku harus kembali ke rumah, dan ibu X tetap menyemangatiku hingga akhir:


"Selesaikan sekolahmu ya."


    Aku menyukai orang baik. Di dunia yang penuh kepalsuan ini, aku sangat menghargai orang-orang yang tulus. Seusai pamit, aku berdoa sedikit kepada Tuhan semoga Ibu tersebut selalu diberi kesehatan dan diberikan nikmat serta keberkahan yang berlimpah. Meski tidak mengetahui namanya, tapi aku akan mengabadikannya sedikit di sini. Interaksi kecil pun bisa berarti, selama tersimpan ketulusan di dalamnya.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)