Mimpi Nabi Ibrahim

0



    Saat Idul Adha tiba, kita tahu bahwasannya sebagai muslim kita dianjurkan untuk berkurban bagi yang mampu. Kita tahu secara garis besar bahwa Allah mengganti Ismail dengan seekor domba sebagai ganti sembelihan. Namun, pernahkah kita tahu dari mana kisah itu berasal dan bagaimana kronologinya? Pada pembahasan kali ini, aku akan coba sedikit menggali asal muasal dari perayaan Idul Adha ini. Meski pembahasannya cukup telat, tapi aku rasa hal ini tetap menarik untuk diulas.


    Setelah aku coba telusuri, kisah mengenai Idul Adha ini terdapat dalam Surah Ash-Shaffat dari ayat 100 ketika Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah agar diberi keturunan. Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim, yang juga dikenal sebagai Bapak para Nabi, menginginkan seorang keturunan. Namun saat itu istrinya, yakni Sarah, tidak bisa memberi apa yang Nabi Ibrahim inginkan. Akhirnya Sarah memberikan seorang dari budaknya Hajar untuk dinikahi Nabi Ibrahim.


"(Ibrahim berdoa,) “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh.”" (Ash-Shaffat:100)


    Dari Hajar inilah, Nabi akhirnya dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ismail. Ismail dilahirkan ketika Nabi Ibrahim berusia 86 tahun dan Ismail inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal dari keturunan masyarakat Arab. Apakah kisah ini sudah selesai? tentu belum. Sesuai dengan doa yang dilangitkan Nabi Ibrahim, Ismail tumbuh menjadi anak yang santun dan sholeh. Kisah ini tidak berhenti karena ternyata Allah memberikan ujian kepada Nabi Ibrahim berupa mimpi.


"Ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?”" (Ash-Shaffat:102)


    Menurut Tafsir Jalalain, disebutkan bahwa perkiraan umur Ismail kala itu memiliki rentang antara 7 sampai 13 tahun. Sedangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir tidak disebutkan secara pasti umur Ismail. Yang jelas dewasa di sini memiliki arti tumbuh besar serta dapat bepergian bersama ayanya dan berjalan bersamanya. Mengapa mimpi ini sangat penting? Untuk orang biasa seperti kita, mimpi memang tidak memiliki arti tertentu dalam hidup. Namun berbeda dengan Nabi Ibrahim karena ia adalah seorang Nabi serta Rasul, orang pilihan Allah. Mimpi yang dialaminya adalah wahyu, sehingga hal yang terjadi di mimpi tersebut harus dibenarkan dan dilaksanakan. Lalu apa reaksi Ismail setelah mengetahui bahwa dia akan disembelih?


"Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”" (Ash-Shaffat:102)


    Ada 2 hal mengagumkan di sini, yang petama adalah fakta bahwa Nabi Ibrahim tidak serta merta memaksa anaknya Ismail untuk langsung patuh. Nabi Ibrahim dengan penuh kasih sayang menanyakan, meminta pendapat mengenai hal tersebut kepada anaknya. Sejatinya perintah Allah memanglah sebuah perintah yang mutlak. Namun terlihat jelas di sini akhlaknya sebagai seorang Nabi, akhlaknya sebagai seorang bapak, serta akhlaknya sebagai seorang manusia yang santun dan berbudi pekerti yang tinggi. Nabi Ibrahim tidak hanya mencintai anaknya, namun ia juga sangat menghargai dan menghormati Ismail sebagai seorang manusia. Yang kedua adalah, setelah dimintai pendapat oleh Nabi Ibrahim, Ismail mendengarkannya dengan penuh kerendahan hati dan sama sekali tidak melawan. Bukah hanya itu, Ismail bahkan sama sekali tidak meragukan dan mempertanyakan keputusan bapaknya. Jika itu kita, apakah kita mampu untuk patuh secepat itu? terlebih dalam hal ini kita akan menjadi orang yang dikorbankan hidupnya. Tidak heran jika mereka adalah manusia-manusia pilihan Allah. Kesabaran, ketangguhan, serta kepatuhan mereka terhadap perintah Allah sangatlah besar.


"Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah),"  (Ash-Shaffat:103)

"Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim," (Ash-Shaffat:104)

"Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan." (Ash-Shaffat:105)


    Aslama, mempunyai makna bahwa saat itu Nabi Ibrahim dan Ismail berserah diri. Telah diletakkan anaknya sendiri di atas gundukan terbaring, dan siap untuk disembelih. Jika dibayangkan, maka pemandangan tersebut akan sangat menyayat memikirkan bagaimana seorang ayah harus menyembelih anak yang sangat dicintainya itu. Setelah sekian lama menunggu, setelah sekian lama berharap dan berdoa kepada Allah, anak yang dinanti-nanti tersebut harus disembelih oleh kedua tangannya sendiri. Meski seorang Nabi, ia tetaplah manusia yang memiliki hati. Nabi boleh mencintai dan menyayangi anaknya, namun pada akhirnya mereka memilih ketaatan dan mematuhi perintah tersebut sebelum akhirnya Allah menggantinya dengan seekor domba dari surga. Mereka menguatkan hati dan percaya bahwa mereka mampu melewati hal tersebut, mereka percaya bahwa Allah telah memberikan ujian kepada hamba-Nya sesuai porsi: Mereka sanggup. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Artinya, pada akhir kisah tersebut Nabi Ibrahim berhasil lulus dari ujian yang diberikan Allah kepadanya, Nabi ibrahim berhasil membuktikan ketaatannya.


"Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar." (Ash-Shaffat:107)


    Dikutip dari Tafsir Ibnu Katsir bahwa sembelihan yang dimaksud adalah seekor domba jantan yang berwarna putih, bermata bagus, bertanduk, serta diikat dengan tali dari rumput samurah. Ini berarti domba tersebut ditemukan dalam keadaan terikat oleh Nabi Ibrahim yang kemudian digunakan sebagai ganti sembelihan atas anaknya. 


"Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian," (Ash-Shaffat:108)

“Salam sejahtera atas Ibrahim.” (Ash-Shaffat:109)

"Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan." (Ash-Shaffat:110)


    Kisah tersebut kemudian diabadikan ke dalam sebuah perayaan yang disebut sebagai Idul Adha. Sebuah hari suka cita yang ternyata memiliki kisah menarik yang sarat akan makna. Dari kisah itu banyak hikmah yang bisa diambil: bahwa seorang Nabi sekali pun tetap akan diuji oleh Allah selama di dunia, bahwa apa pun yang kita punya dan kita cintai di dunia ini merupakan titipan Allah, dan bahwa tujuan prioritas kita di dunia ini adalah mengejar ridha dan ampunan Allah, Allah comes first. Momen Idul Adha hendaknya menjadi momen untuk berhenti sejenak, kembali mengingat tujuan awal kita, dan momen untuk bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan anugerah yang telah diberikan-Nya kepada kita. 


Semoga dan semoga, Allah selalu menuntun kita menuju jalan kebaikan, menuju jalan yang diridhoi-Nya, Aamiin.


Special Thanks



    Terima kasih untuk Masjid Ash-Shaff Bintaro atas koleksi buku-buku keislamannya yang keren! tanpa buku-buku tersebut, aku mungkin belum bisa merampungkan tulisan ini. Tulisan ini bahkan sudah 'terparkir' sejak setahun yang lalu. Ya, meski aku tahu garis besar dari kisah ini, namun aku tetap membutuhkan sumber untuk melakukan proses validasi dari apa yang aku tulis, ranah tafsir adalah ranah yang sensitif. Selain ini, ada banyak draft lain yang masih tersimpan. Bahkan di surah ini kisah tentang Nabi Ibrahim pun tidak hanya sekadar mengenai kurban. Karena cakupan temanya cukup berbeda, aku akan memisahkannya sebagai pembahasan lain waktu. See you later!

Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)